LAPORAN
PRAKTIKUM FARMASI FISIKA I
PERCOBAAN V
BUFFER DAN KAPASITAS BUFFER
OLEH
NAMA : DINO SUHARNO
STAMBUK : F1F111055
KELOMPOK : V
ASISTEN : SITTI
NUR ASNIN, S.Si
LABORATORIUM FARMASI
JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HALUOLEO
KENDARI
2012
A. Tujuan
Percobaan
Tujuan dari percobaan ini adalah
untuk memperkenalkan cara pembuatan buffer dan penetapan pH larutan, serta
penentuan kapasitasnya.
B. Landasan
Teori
Larutan
penyangga adalah larutan yang bersifat mempertahankan pH-nya, jika ditambahkan
sedikit asam atau sedikit basa atau diencerkan. Larutan penyangga merupakan
campuran asam lemah dengan basa konjugasinya atau campuran basa lemah dengan
asam konjugasinya (Utami, 2011).
Kapasitas buffer (buffer capacity)
adalah suatu ukuran kemampuan larutan penyangga dalam mempertahankan pH-nya dan
tergantung dari konsentrasi komponen-komponen yang ada di larutan tersebut baik
secara absolut maupun secara relatif (Riyanto, 2009)
Larutan buffer merupakan campuran
dari asam lemah dan basa konjugasinya maupun basa lemah dan asam konjugasinya.
Sebagai contoh, campuran dari larutan CH3COOH (asam lemah) dan larutan CH3COONa
(basa konjugasi) membentuk larutan buffer asam. Sedangkan salah satu contoh
buffer basa yang sering digunakan di laboratorium adalah campuran dari larutan
NH3 (basa lemah) dan NH4Cl (asam konjugasi) (Andy, 2009).
Komponen larutan penyangga/buffer
terbagi menjadi larutan penyangga yang bersifat asam dan larutan penyangga yang bersifat basa. Larutan
penyangga yang bersifat asam mempertahankan pH pada daerah asam (pH < 7).
Untuk mendapatkan larutan ini dapat dibuat dari asam lemah dan garamnya yang
merupakan basa konjugasi dari asamnya. Adapun cara lainnya yaitu mencampurkan
suatu asam lemah dengan suatu basa kuat dimana asam lemahnya dicampurkan dalam
jumlah berlebih. Campuran akan menghasilkan garam yang mengandung basa
konjugasi dari asam lemah yang bersangkutan. Pada umumnya basa kuat yang
digunakan seperti natrium, kalium, barium, kalsium, dan lain-lain. Sedangkan
larutan penyangga yang bersifat basa larutan ini mempertahankan pH pada daerah
basa (pH > 7). Untuk mendapatkan larutan ini dapat dibuat dari basa lemah
dan garam, yang garamnya berasal dari asam kuat. Adapun cara lainnya yaitu
dengan mencampurkan suatu basa lemah dengan suatu asam kuat dimana basa
lemahnya dicampurkan berlebih (Wiro, 2011).
Larutan penyangga/buffer akan
bekerja paling baik dalam mengendalikan pH pada harga pH yang hampir sama
dengan pKa komponen asam atau basa, yaitu ketika garam sama dengan asam. Ini
dapat ditunjukkan dengan menghitung kemampuan penyangga untuk menahan perubahan
pH, yang dikenal dengan kapasitas penyangga. Kapasitas penyangga didefinisikan
sebagai jumlah mol per liter asam atau basa monobasa kuat yang diperlukan untuk
menghasilkan peningkatan atau penurunan satu unit pH didalam larutan (Cairns,
2008).
Besarnya penahanan perubahan pH oleh
dapar disebut kapasitas β atau efisiensi dapar, indeks dapar dan nilai dapar.
Van Sly-ke 7 memperkenalkan konsep kapasitas dapar dan mendefinisikannya
sebagai perbandingan pertambahan basa kuat (atau asam) dengan sedikit perubahan
pH yang terjadi karena penambahan basa itu. Rumus untuk menghitung besarnya
kapasitas dapar adalah sebagai berikut:
β = ∆B
∆pH
Delta, ∆, seperti biasa berarti perubahan yang terbatas dan
∆B adalah sedikit penambahan basa kuat ke dalam larutan dapar hingga
menghasilkan perubahan pH=∆pH. ∆B dinyatakan dalam gram/liter. Dari persamaan
diatas diketahui bahwa kapasitas dapar suatu larutan memiliki nilai 1 bila
penambahan 1 gram ekuivalen basa kuat (asam) ke dalam 1 liter larutan dapar
menghasilkan perubahan sebesar 1 satuan pH (Martin, 1990).
Larutan standar
biasanya kita teteskan dari suatu buret ke dalam suatu erlenmeyer yang
mengandung zat yang akan ditentukan kadarnya sampai reaksi selesai. Selesainya
suatu reaksi dapat dilihat karena terjadi perubahan warna Perubahan ini dapat
dihasilkan oleh larutan standarnya sendiri atau karena penambahan suatu zat
yang disebut indikator. Titik di mana terjadinya perubahan warna indikator ini
disebut titik akhir titrasi. Secara ideal titik akhir titrasi seharusnya sama
dengan titik akhir teoritis (titik ekuivalen). Dalam prakteknya selalu terjadi
sedikit perbedaan yang disebut kesalahan titrasi (Sukmariah, 1990).
Larutan
indikator dapat dikatakan sebagai suatu asam lemah atau basa lemah yang dapat
bertindak seperti dapar dan menghasilkan perubahan warna karena derajat
disosiasinya berubah sesuai dengan perubahan pH. Sebagai contoh, metil merah
menunjukkan warna alkalinya , kuning, pada pH kira-kira 6 dan warna asamnya
merah, pada pH kira-kira 4. Oleh karena itu indikator memberi kemungkinan
metode yang sesuai dalam teknik elektrometri untuk menentukan pH larutan (Martin, 1990).
Indikator
adalah zat yang ditambahkan untuk menunjukkan titik akhir titrasi telah di
capai. Umumnya indicator yang digunakan adalah indicator azo dengan warna yang
spesifik pada berbagai perubahan pH. Titik Ekuivalen adalah titik dimana
terjadi kesetaraan reaksi secara stokiometri antara zat yang dianalisis dan
larutan standar. Titik akhir titrasi adalah titik dimana terjadi perubahan
warna pada indicator yang menunjukkan titik ekuivalen reaksi antara zat yyang
dianalisis dan larutan standar. Pada umumnya, titik ekuivalen lebih dahulu
dicapai lalu diteruskan dengan titik akhir titrasi. Ketelitian dalam penentuan
titik akhir titrasi sangat mempengaruhi hasil analisis pada suatu senyawa (Icha, 2010).
Larutan buffer berkaitan dengan
sistem kesetimbangan asam-basa lemah. Dengan demikian, persamaan matematis
untuk menentukan pH larutan penyangga dapat diturunkan melalui persamaan reaksi
kesetimbangan asam-basa lemah (Andy, 2009).
C.
Alat dan Bahan
1. Alat
Alat yang digunakan dalam percoban
ini adalah sebagai berikut:
1. Buret
2. pH meter
3. Pipet tetes
4. Pipet ukur
5. Filler
6. Gelas kimia
7. Corong
8. Statif dan klem
2. Bahan
Bahan yang digunakan dalam percoban
ini adalah sebagai berikut:
1.
Buffer fosfat
2. Buffer asetat dengan kapasitas
0,010, 0,015, dan 0,100
3.
Aquades
4. Larutan NaOH
5. Indikator Fenolftalein
6. Tissue
D. Prosedur
Kerja
a.
Buffer
fosfat
Asam
fosfat 0,1 M:
-
Dimasukkan ke dalam gelas kimia
sebanyak 10 ml
-
Ukur pH awalnya
-
Diteteskan indicator PP sebanyak 1
tetes.
-
Dititrasi dengan NaOH sampai dengan
terjadi perubahan warna
-
Catat perubahan pH yang terjadi
-
Dibuat kurva hubungan antara jumlah
larutan natrium hidroksida yang ditambahkan dengan pH larutan.
b.
Buffer asetat
Buffer
asetat pH= 5:
-
Dimasukkan buffer asetat pH = 5
dengan kapasitas masing-masing 0,010, 0,0150, dan 0,100.
-
Diukur pH awalnya.
-
Ditambahkan 1 tetes indicator PP
-
Dititrasi dengan NaOH sampai terjadi
perubahan warna.
-
Catat perubahan pH yang terjadi
-
Dibuat kurva hubungan antara jumlah
larutan natrium hidroksida yang ditambahkan dengan pH larutan.
E. Hasil
Pengamatan
Larutan
|
Volume
NaOH yang digunakan
|
pH
|
0 ml
|
2.63
|
|
Tetes ke-1
|
2.82
|
|
Tetes ke-2
|
2.9
|
|
Tetes ke-3
|
3.05
|
|
Tetes ke-4
|
3.10
|
|
Tetes ke-5
|
3.18
|
|
Tetes ke-6
|
3.23
|
|
Tetes ke-7
|
3.33
|
|
Tetes ke-8
|
3.55
|
|
Tetes ke-9
|
3.64
|
|
Tetes ke-10
|
3.75
|
|
Tetes ke-11
|
3.95
|
|
Tetes ke-12
|
4.11
|
|
Tetes ke-13
|
4.26
|
|
Buffer
fosfat 10 ml
|
Tetes ke-14
|
4.45
|
Tetes ke-15
|
4.63
|
|
Tetes ke-16
|
4.93
|
|
Tetes ke-17
|
5.17
|
|
Tetes ke-18
|
5.30
|
|
Tetes ke-19
|
5.42
|
|
Tetes ke-20
|
5.55
|
|
Tetes ke-21
|
5.99
|
|
Tetes ke-22
|
6.11
|
|
Tetes ke-23
|
6.34
|
|
Tetes ke-24
|
6.57
|
|
Tetes ke-25
|
6.48
|
|
Tetes ke-26
|
6.53
|
|
Tetes ke-27
|
6.64
|
|
Tetes ke-28
|
6.75
|
|
Tetes ke-29
|
6.86
|
|
Tetes ke-30
|
7.09
|
|
Tetes ke-31
|
7.12
|
|
Tetes ke-32
|
7.12
|
|
Tetes ke-33
|
7.13
|
|
Tetes ke-34
|
7.30
|
|
Tetes ke-35
|
7.34
|
|
Tetes ke-36
|
7.48
|
|
Tetes ke-37
|
7.55
|
|
Tetes ke-38
|
7.61
|
|
Tetes ke-39
|
7.75
|
|
Tetes ke-40
|
8.28
|
|
Tetes ke-41
|
8.88
|
|
Tetes ke-42
|
10.21
|
Larutan
|
Volume
NaOH yang digunakan
|
pH
|
0 ml
|
5.93
|
|
Tetes ke-1
|
5.97
|
|
Buffer
Asetat
|
Tetes ke-2
|
6.09
|
β = 0,1
|
Tetes ke-3
|
6.20
|
Tetes ke-4
|
6.42
|
|
Tetes ke-5
|
7.00
|
|
Tetes ke-6
|
11.05
|
Larutan
|
Volume
NaOH yang digunakan
|
pH
|
Buffer
Asetat
|
0 ml
|
7.19
|
β = 0,015
|
Tetes ke-1
|
10.83
|
Larutan
|
Volume
NaOH yang digunakan
|
pH
|
Buffer
Asetat
|
0 ml
|
8.20
|
β = 0,01
|
Tetes ke-1
|
11.23
|
-
F. Perhitungan
-
Mol Na Ac = 1,93 L x 0,1M = 0,193
mol
As. Ac = 0,07 x 0,1 M = 0,007 mol
α =
0, 193 = 0,965
0,2
β = 2,3 . 0,2 . 0,965 (1-0,965)
= 0,46 . 0,0033775
= 0,0150
-
Mol Na Ac = 1,96 L x 0,1M = 0,196
mol
As. Ac = 0,004 x 0,1 M = 0,004 mol
α =
0, 196 = 0,98
0,2
β = 2,3 . 0,2 . 0,98 (1-0,98)
= 0,46 . 0,0196
= 0,009
= 0,01
-
Mol Na Ac = 1,35 L x 0,1M = 0,135
mol
As. Ac = 0,65 x 0,1 M = 0,065 mol
α =
0, 135 = 0,675
0,2
β = 2,3 . 0,2 . 0,675 (1-0,0675)
= 0,46 . 0,219375
= 0,46.0,219375
= 0,1
G. Pembahasan
Larutan
penyangga atau larutan dapar atau buffer
adalah larutan yang digunakan untuk mempertahankan
nilai pH tertentu agar tidak banyak berubah selama reaksi kimia
berlangsung. Sifat yang khas dari larutan penyangga ini adalah pH-nya hanya
berubah sedikit dengan pemberian sedikit asam kuat atau basa kuat.
Larutan buffer dapat dibuat dari
reaksi campuran antara asam lemah dengan garamnya yang berasal dari asam kuat
atau basa lemah dengan garamnya yang berasal dari basa kuat.
Titrasi merupakan suatu prosedur
yang bertujuan untuk menentukan banyaknya suatu larutan dengan konsentrasi yang
telah diketahui agar tepat habis bereaksi dengan sejumlah larutan yang
dianalisis (ingin diketahui kadarnya). Titrasi yang melibatkan reaksi antara
asam dengan basa dikenal dengan istilah titrasi asam basa.
Titrasi asam
basa sering disebut juga titrasi netralisasi. Dalam titrasi ini, kita dapat
menggunakan larutan standar asam dan larutan standar basa. Pada titrasi, dalam
menganalisis sampel yang bersifat basa maka digunakan larutan standar asam,
metode ini dikenal dengan asidimetri. Sebaliknya dalam menganalisis sampel yang
bersifat asam maka digunakan larutan standar yang bersifat basa dan dikenal
dengan alkalimetri. Dan pada praktikum kali ini metode yang digunakan adalah
metode alkalimetri, yaitu menggunakan larutan basa sebagai larutan standar.
Pada percobaan
kali ini, sampel yang akan dititrasi adalah larutan buffer fosfat serta buffer
asetat dengan kapasitas 0.1, 0.015, dan 0.01. Penentuan kapasitas buffer asetat tersebut dapat diperoleh
dengan membandingkan pertambahan basa kuat atau asam dengan sedikit perubahan
pH yang terjadi. Diketahui bahwa nilai kapasitas buffer asetat untuk campuran
antara natrium asetat (NaAc) dan asam asetat (AsAc) dengan masing-masing volume
1.93 L dan 0.07 L serta 0.193 mol dan 0.007 mol adalah 0.015. Sedangkan untuk
volume 1.96 L dan 0.04 L serta 0.196 mol dan 0.004 mol kapasitasnya adalah
0.010. Sedangkan untuk volume 1.35 L dan 0.65 L serta 0.135 mol dan 0.065 mol
kapasitas volumenya adalah 0.10.
Titrasi larutan
buffer awalnya dilakukan dengan mengukur pH awal larutan dengan menggunakan pH
meter. Kemudian ditambahkan indikator fenolftalein. Fungsi PP dalam percobaan ini adalah
sebagai indikator asam-basa. PP biasa ditambahkan pada proses titrasi untuk
mengetahui apakah reaksi sudah mencapai titik ekuivalen atau belum. Dalam
praktikum kali ini NaOH digunakan sebagai titran sementara buffer fosfat dan
buffer asetat sebagai titrat karena mengingat indikator yang digunakan adalah
fenolftalein sehingga ketika PP ditambahkan pada, akan menunjukkan warna
bening. Dan ketika pada titik ekivalen, akan terjadi perubahan dari bening
menjadi merah muda. Jika dilakukan sebaliknya yaitu buffer fosfat atau buffer
asetat yang digunakan sebagai titran dan NaOH sebagai titrat maka akan terjadi
perubahan warna dari merah muda ke bening. Pada dasarnya, perubahan warna dari
bening ke merah muda lebih mudah diamati daripada perubahan warna dari merah
muda ke bening. Dan juga penggunaan
buffer bosfat atau buffer asetat sebagai titran kemungkinan besar akan
menyebabkan kesalahan titrasi yang besar karena terjadi kelebihan penambahan
titran hingga melewati titik ekivalen. Kelebihan titran ini disebabkan karena
kesulitan mengamati perubahan warna dari merah muda ke bening.
Cara
mentitrasinya yaitu, larutan buffer fosfat ataupun buffer asetat ditambahkan
satu tetes NaOH kemudian langsung diukur perubahan pH nya menggunakan pH meter.
Langkah-langkah tersebut dilakukan terus menerus hingga terjadi perubahan warna
untuk yang pertama kali, yaitu perubahan dari warna bening ke warna merah muda
dan kemudian titrasi langsung dihentikan dan NaOH yang berkurang langsung dicatat.
Pada titrasi buffer fosfat, jumlah tetes NaOH
yang digunakan adalah 42 tetes NaOH. Awalnya pH buffer fosfat sebesar 2.63 dan
setelah dititrasi pHnya berubah menjadi 10.21. Pada larutan buffer asetat
dengan β=0.1, pH awalnya yaitu 5.93 dan setelah dititrasi dengan penambahan
NaOH sebanyak 6 tetes pHnya berubah menjadi 11.05. Pada larutan buffer asetat
β=0.015, pH awalnya yaitu 7.19 dan setelah dititrasi dengan 1 tetes NaOH,
titrasi langsung mencapai titik ekuivalen dan
pH larutan tersebut berubah menjadi 10.83. Dan pada larutan buffer asetat
β=0.01, pH awal sebelum dititrasi adalah 8.20. Pada saat penambahan 1 tetes
NaOH, larutan langsung menunjukkan perubahan warna dan pH larutan setelah
dititrasi sebesar 11.23.
Berdasarkan
hasil pengamatan yang dilakukan, perbandingan pemberian NaOH dengan perubahan
pH pada larutan buffer adalah berbanding lurus. Yaitu makin banyak tetes NaOH
yang ditambahkan pada larutan buffer maka pH larutan buffer juga akan semakin
tinggi hingga mencapai titik akhir titrasi yaitu dengan menunjukkan perubahan
warna.
H. Kesimpulan
Dari percobaan yang telah dilakukan
dapat disimpulkan bahwa:
Larutan buffer dapat dibuat dengan dua cara
yaitu mencampurkan asam lemah atau basa lemah dengan garamnya atau mencampurkan
asam lemah atau basa lemah dengan basa kuat atau asam kuat.
Penetapan pH larutan dapat dilakukan
dengan menggunakan pH meter atau indikator pH. Selain itu, bisa juga dengan
menghitung data yang diketahui (didasarkan pada reaksi kesetimbangan ionisasi
asam lemah dan basa lemah yang menyusun larutan penyangga).
Penentuan kapasitas buffer dapat
diperoleh dengan membandingkan pertambahan basa kuat atau asam dengan sedikit
perubahan pH yang terjadi.
DAFTAR PUSTAKA
Andy, 2009, Larutan Penyangga, http://andykimia03.wordpress.com/2009/11/30/
larutan-penyangga-buffer/, 19/03/2012.
Cairns,
Donald, 2008, Intisari Kimia Farmasi Edisi 2, EGC, Jakarta.
Icha,
2010, Standarisasi larutan NaOH dan
Penentuan Asam Cuka Perdagangan, http://shochichah.blogspot.com/2010/04/standardisasi-larutan-naoh-dan.html,
23/10/2011.
Martin, Alfred, 1990, Farmasi Fisik, UI Press, Jakarta
Riyanto,
Nurdin, 2009, Super Genius Olimpiade Kimia SMA,
Pustaka Widyatama, Yogyakarta.
Sukmaria, 1990,
Kimia Kedokteran Edisi 2, Bina Rupa
Aksara, Jakarta.
Utami, Sri, 2011, Larutan
Buffer, http://skp.unair.ac.id/repository/GuruIndonesia/
LarutanBuffer_SriUtami_9847.pdf, 18/03/2012.
Wiro,
2011, Buffer dan Kapasitas Buffer, http://wiro-pharmacy.blogspot.com/2011/
03/kuliah-buffer-dan-kapasitas-buffer.html, 16/03/2012.
Thanks sangat membantu.
BalasHapusNice
BalasHapus