Jumat, 29 Juni 2012

Standarisasi NaOH Serta Penggunaannya Dalam Penetapan Kadar Asam Cuka Perdagangan


LAPORAN
PRAKTIKUM KIMIA FARMASI DASAR
STANDARISASI LARUTAN NaOH SERTA PENGGUNAANNYA 
DALAM PENETAPAN KADAR ASAM CUKA PERDAGANGAN
OLEH
                  NAMA             :   DINO SUHARNO
                  STAMBUK      :    F1F111055
                  ASISTEN         :   SARLAN, S.Si

LABORATORIUM FARMASI
JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HALUOLEO
KENDARI
2011

A.    Tujuan Percoban
Tujuan dari percobaan ini adalah sebagai berikut:
1.      Menentukan Molaritas dan Normalitas larutan NaOH
2.      Menetapkan kadar asam cuka perdagangan


B.     Landasan Teori
Asidi dan alkalimetri termasuk reaksi netralisasi yakni reaksi antara ion hidrogen yang berasal dari asam dengan ion hidroksida yang berasal dari basa untuk menghasilkan air yang bersifat netral. Netralisasi dapat juga dikatakan sebagai reaksi antara pemberi proton (asam) dengan penerima proton (basa) (Shochichah,2010).
Asidimetri adalah pengukuran konsentrasi asam dengan menggunakan larutan baku basa, sedangkan alkalimeteri adalah pengukuran konsentrasi basa dengan menggunakan larutan baku asam. Oleh sebab itu, keduanya disebut juga sebagai titrasi asam-basa. Titrasi adalah proses mengukur volume larutan yang terdapat dalam buret yang ditambahkan ke dalam larutan lain yang diketahui volumenya sampai terjadi reaksi sempurna. Atau dengan perkataan lain untuk mengukur volume titran yang diperlukan untuk mencapai titik ekivalen. Titik ekivalen adalah saat yang menunjukkan bahwa ekivalen perekasi-pereaksi sama. Di dalam prakteknya titik ekivalen sukar diamati, karena hanya meruapakan titik akhir teoritis atau titik akhir stoikometri. Hal ini diatasi dengan pemberian indikator asam-basa yang membantu sehingga titik akhir titrasi dapat diketahui. Titik akhir titrasi meruapakan keadaan di mana penambahan satu tetes zat penitrasi (titran) akan menyebabkan perubahan warna indikator (Anonim,2009).
Titrasi asidi-alkalimetri menyangkut reaksi dengan asam kuat-basa kuat, asam kuat-basa lemah, asam lemah-basa kuat, asam kuat-garam dari asam lemah, basa kuat-garam dari basa lemah. Titrasi ini menggunakan indikator pH atau indikator asam-basa sebagai penanda karena memiliki sifat dapat berubah warna apabila pH lingkungannya berubah. Warna asam ialah sebutan warna indikator ketika dalam keadaan asam dan warna basa ketika dalam keadaan basa (Harjadi,1986).
Analisa titrimetri atau analisa volumetric adalah analisis kuantitatif dengan mereaksikan suatu zat yang dianalisis dengan larutan baku (standar) yang telah diketahui konsentrasinya secara teliti, dan reaksi antara zat yang dianalisis dan larutan standar tersebut berlangsung secara kuantitatif. Larutan baku (standar) adalah larutan yang telah diketahui konsentrasinya secara teliti, dan konsentrasinya biasa dinyatakan dalam satuan N (normalitas) atau M (molaritas) (Shochichah,2010).
Larutan standar biasanya kita teteskan dari suatu buret ke dalam suatu erlenmeyer yang mengandung zat yang akan ditentukan kadarnya sampai reaksi selesai. Selesainya suatu reaksi dapat dilihat karena terjadi perubahan warna Perubahan ini dapat dihasilkan oleh larutan standarnya sendiri atau karena penambahan suatu zat yang disebut indikator. Titik di mana terjadinya perubahan warna indikator ini disebut titik akhir titrasi. Secara ideal titik akhir titrasi seharusnya sama dengan titik akhir teoritis (titik ekuivalen). Dalam prakteknya selalu terjadi sedikit perbedaan yang disebut kesalahan titrasi (Sukmariah, 1990).
Untuk analisis titrimetri atau volumetri lebih mudah kalau kita memakai sistem ekivalen (larutan normal) sebab pada titik akhir titrasi jumlah ekivalen dari zat yang dititrasi = jumlah ekivalen zat penitrasi. Berat ekivalen suatu zat sangat sukar dibuat definisinya, tergantung dari macam reaksinya. Pada titrasi asam basa, titik akhir titrasi ditentukan oleh indikator. Indikator asam basa adalah asam atau basa organik yang mempunyai satu warna jika konsentrasi hidrogen lebih tinggi daripada sutau harga tertentu dan suatu warna lain jika konsentrasi itu lebih rendah (Sukmariah, 1990).
Indikator adalah zat yang ditambahkan untuk menunjukkan titik akhir titrasi telah di capai. Umumnya indikator yang digunakan adalah indicator azo dengan warna yang spesifik pada berbagai perubahan pH. Titik Ekuivalen adalah titik dimana terjadi kesetaraan reaksi secara stokiometri antara zat yang dianalisis dan larutan standar. Titik akhir titrasi adalah titik dimana terjadi perubahan warna pada indikator yang menunjukkan titik ekuivalen reaksi antara zat yang dianalisis dan larutan standar. Pada umumnya, titik ekuivalen lebih dahulu dicapai lalu diteruskan dengan titik akhir titrasi. Ketelitian dalam penentuan titik akhir titrasi sangat mempengaruhi hasil analisis pada suatu senyawa (Shochichah,2010).



C.    Alat dan Bahan
            1. Alat
Alat yang digunakan dalam percoban ini adalah sebagai berikut:
1.      Buret
2.      Statif dan klem
3.      Erlenmeyer 250 ml 1 buah
4.      Pipet ukur
5.      Filler

             2. Bahan
Bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah sebagai berikut:
1.      NaOH 0,1 M
2.      Fenolftalein
3.      Asam Oksalat
4.      Asam cuka perdagangan



D.    Prosedur Kerja
            1.      Standarisasi Larutan NaOH
            - Larutan NaOH  dimasukkan kedalam buret hingga 30 ml
                  - Lalu asam oksalat 3 ml dimasukkan kedalam labu Erlenmeyer
                  - Kemudian ditambahkan 5 tetes indikator fenolftalein
                  - Diitrasi dengan larutan NaOH kemudian diamati
            2.      Penetapan Kadar Asam Cuka Perdagangan
                  - Larutan NaOH yang sudah distandarisasi dimasukkan kedalam buret
            - Kemudian larutan asam cuka perdagangan 3 ml dimasukkan kedalam labu Erlenmeyer
            -   Ditambahkan 5 tetes indikator fenolftalein
            -  Titrasi dengan larutan NaOH yang sudah distandarisasi
            -   Diamati




E.    Hasil Pengamatan
     1.       Tabel Pengamatan
Perlakuan
Hasil Pengamatan
Standarisasi Larutan NaOH
Dimasukkan 3 ml larutan asam oksalat (C2H2O4) ke dalam labu Erlenmeyer kemudian ditambahkan 5 tetes indikator fenolftalein dan dititrasi dengan larutan NaOH.

Penetapan Asam Cuka Perdagangan
Dimasukkan larutan asam cuka perdagangan ke dalam labu Erlenmeyer sebanyak 3 ml, kemudian ditambahkan 5 tetes indikator fenolftalein kemudian dititrasi dengan larutan NaOH.

Terjadi perubahan warna bening menjadi warna merah jambu dan memerlukan larutan NaOH sebanyak 0,25 ml.




Terjadi perubahan warna bening menjadi warna merah jambu dan memerlukan larutan NaOH sebanyak 1,2 ml.





      2.      Perhitungan
                  a.      Standarisasi Larutan NaOH
                 Dik      : V NaOH = 0,25 ml
                              V C2H2O4 = 3 ml
                              Molaritas C2H2O4 = 10-1
                 Dit       : Konsentrasi NaOH = . . . . ?
                 Peny    : M1 . V1          = M2 . V2
                 M1 . 0,25 ml   = 10-1 . 3 ml
                                        M1      = 3.10-1
                                                     25.10-2
                                        M1      = 0,12.101
                                        M1      = 1,2 M
               Jadi konsentrasi NaOH adalah 1,2 M

              b.      Penetapan Kadar Asam Cuka Perdagangan
              Dik      : V CH3COOH = 3 ml
                           V NaOH = 1,2 ml
                           M NaOH = 1,2 M
             Dit       : Konsentrasi CH3COOH =  …?
             Peny    : M1 . V1             = M2 . V2
              1,2 M . 1,2 ml   = M2 . 3 ml
                                     M2         = 1,44
                                                         3
                                     M2        = 0,48 M
             Jadi, konsentrasi CH3COOH adalah 0,48 M




F.    Pembahasan
Titrasi merupakan suatu metode untuk menentukan kadar suatu zat dengan menggunakan zat lain yang sudah dikethaui konsentrasinya. Titrasi biasanya dibedakan berdasarkan jenis reaksi yang terlibat di dalam proses titrasi, sebagai contoh bila melibatan reaksi asam basa maka disebut sebagai titrasi asam basa, titrasi redox untuk titrasi yang melibatkan reaksi reduksi oksidasi, titrasi kompleksometri untuk titrasi yang melibatan pembentukan reaksi kompleks dan lain sebagainya.
Proses titrasi termasuk asidi-alkalimetri membutuhkan larutan baku dalam metodenya. Larutan baku haruslah distandardisasi terlebih dahulu untuk menentukan konsentrasi yang tepat dari calon larutan baku. Ada pula larutan baku primer, yakni larutan yang dibuat dari bahan baku primer. Bahan baku primer merupakan suatu bahan yang konsentrasi larutannya dapat langsung ditentukan dari berat bahan sangat murni yang dilarutkan dan volume bahan yang terjadi
Pada percobaan kali ini praktikan melakukan analisa kuantitatif untuk menstandarisasi larutan baku sekunder dengan larutan baku primer. dimana pada percobaan kali ini larutan baku yang digunakan adalah NaOH (natrium hidroksida) dan larutan baku primer C2H2O (asam oksalat).
Sebelum digunakan untuk mentitrasi asam cuka, larutan NaOH ini distandarisasi terlebih dahulu karena NaOH merupakan zat yang mudah terkontaminasi, bersifat higroskopis sehingga mudah menarik uap air dari udara dan juga mudah bereaksi dengan CO2 dalam udara. Di mana pada kedua proses ini menyebabkan penimbangan sejumlah tertentu NaOH tidak akan memberikan kepastian massa yang sesungguhnya, karena jumlah air dan CO2 yang diserap oleh NaOH tidak diketahui dengan pasti. Hal ini mengakibatkan kensentrasi NaOH yang dihasilkan juga tidak tepat. Dengan demikian apabila menggunakan NaOH sebagai pereaksi dalam suatu titrasi maka zat tersebut harus distandarisasi sebelumnya.
Untuk menstandarisasi larutan NaOH ini digunakan 3 ml larutan asam oksalat, larutan ini digunakan sebagai larutan standar primer karena larutan ini tidak bersifat higroskopis dan memiliki berat ekuivalen yang tinggi sehingga dapat mengurangi kesalahan dalam penimbangan zat.
Standarisasi larutan NaOH dilakukan dengan titrasi menggunakan 5 tetes indikator fenolftalein. Pemilihan indikator felnolftalein karena pada standarisasi ini merupakan titrasi asam lemah (C2H2O4) dan basa kuat (NaOH) sehingga titik ekivalennya diatas 7 dan berada pada trayek indikator fenolftalein.
Pada standarisasi ini NaOH digunakan sebagai titran sementara asam oksalatnya sebagai titrat karena mengingat indikator yang digunakan adalah fenolftalein sehingga ketika PP ditambahkan pada asam oksalat, akan menunjukkan warna bening. Ketika pada titik ekivalen, akan terjadi perubahan dari bening menjadi merah muda. Jika asam oksalat yang digunakan sebagai titran dan NaOH sebagai titrat maka akan terjadi perubahan warna dari merah muda ke bening. Pada dasarnya, perubahan warna dari bening ke merah muda lebih mudah diamati daripada perubahan warna dari merah muda ke bening. Dan juga penggunaan asam oksalat sebagai titran kemungkinan besar akan menyebabkan kesalahan titrasi yang besar karena terjadi kelebihan penambahan titran hingga melewati titik ekivalen. Kelebihan titran ini disebabkan karena kesulitan mengamati perubahan warna dari merah muda ke bening. Setelah terjadi perubahan warna untuk yang pertama kali, titrasi langsung dihentikan dan NaOH yang berkurang langsung dicatat. NaOH yang berkurang pada percobaan kali ini adalah 0,25 ml, sehingga konsentrasi NaOH dapat diketahui sebesar 1,2 M.
Setelah larutan baku NaOH tersebut sudah diketahui konsentrasinya, maka larutan tersebut sudah dapat digunakan untuk menentukan kadar asam cuka perdagangan. Pada percobaan ini, menetapkan asam cuka perdagangan untuk mengetahui apakah kadar yang tertera pada etiket cuka perdagangan sudah sesuai dengan kadar yang sebenarnya. Analisis dilakukan secara alkalimetri yaitu dengan cara menitrasi larutan asam asetat perdagangan dengan larutan baku NaOH.
Untuk menganalisis asam cuka dalam cuka perdagangan dapat dilakukan dengan titrasi netralisasi. Titrasi ini merupakan titrasi alkalimetri, proses titrasi dengan larutan standar basa untuk mentitrasi asam bebas.
Setelah kita mengetahui normalitas dari larutan NaOH, maka dilakukan langkah selanjutnya yaitu menetapkan kadar asam cuka perdagangan dengan cara mengambil 3 ml asam cuka perdagangan dengan pipet volume, lalu dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer. Kemudian ditambah dengan 5 tetes indikator PP. Larutan ini selanjutnya dititrasi dengan larutan baku NaOH diatas, hingga diperoleh perubahan warna dari tidak berwarna menjadi merah jambu. Bila sudah terjadi perubahan warna tersebut maka titrasi langsung dihentikan dan catat volume NaOH yang digunakan. NaOH yang digunakan pada penetapan kadar asam cuka perdagangan sebesar 1,2 ml, sehingga konsentrasi asam cuka perdagangan (CH3COOH) dapat diketahui sebesar 0,48 M.






G.     Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa:
1.      Pada proses standarisasi NaOH terbentuk larutan berwarna merah jambu dengan konsentrasi NaOH sebesar 1,2 M.
2.      Pada proses penetapan kadar asam cuka perdagangan terbentuk larutan berwarna merah jambu dengan konsentrasi asam cuka perdagangan sebesar 0,48 M.









DAFTAR PUSTAKA

shochichah, 2010,Standarisasi Larutan NaOH dan Penentuan Asam Cuka Perdagangan, http://shochichah.blogspot.com/2010/04/standardisasi-larutan-naoh-dan.html, 23/10/2011.

Sukmariah, 2009, Standarisasi larutan NaOH, tadriskimia .blogspot. com/ standarisasi naoh.htm, 23/10/2011.








Penentuan Titik Didih

LAPORAN
PRAKTIKUM KIMIA FARMASI DASAR
PENENTUAN TITIK DIDIH
OLEH
                  NAMA             :   DINO SUHARNO
                  STAMBUK      :    F1F111055
                  KELOMPOK   :   V
                  ASISTEN         :   LD. ABDUL KADIR
LABORATORIUM FARMASI
JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HALUOLEO
KENDARI
2011

A.    Tujuan Percobaan
Tujuan dari percobaan ini adalah untuk menentukan titik didih zat cair.

B.     Landasan Teori
Titik didih suatu cairan ialah temperatur pada mana tekanan uap yang meninggalkan cairan sama dengan tekanan luar. Bila tekanan uap sama dengan tekanan luar (tekanan yang dikenakan), mulai terbentuk gelembung-gelembung uap dalam cairan. Karena tekanan uap dalam gelembung sama dengan tekanan udara, maka gelembung itu dapat mendorong diri lewat permukaan dan bergerak ke fase gas di atas cairan, sehingga cairan itu mendidih (Fredi, 2009).
Yang disebut mendidih adalah wujud saat gelembung terbentuk dengan giat. Titik didih itu sendiri temperaturnya. Ketika titik didih pada tekanan atsmosfer 1 atm itulah yang disebut titik didih normal. Titik didih juga adalah salah satu sarana untuk mengidentifikasi zat. Identifikasi zat kini dilakukan sebagian besar dengan bantuan metoda spektroskopi, tetapi data titik didh diperlukan untuk melaporkan cairan baru (Agus, 2011).
Titik Didih suatu zat cair dipengaruhi oleh tekanan udara, artinya makin besar tekanan udara makin besar pula titik didih zat cair tersebut. Pada tekanan dan temperatur udara standar (76 cmHg, 25ºC) titik didih air sebesar 100ºC. Artinya pelarut murni akan mendidih bila tekanan uap jenuh pada permukaan cairan sama dengan tekanan udara luar. Pada sistem terbuka, tekanan udara luar adalah 760 mmHg (tekanan udara pada permukaan larutan) dan suhu pada tekanan udara luar 760 mmHg disebut titik didih normal. Titik didih suatu cairan adalah suhu pada saat tekanan uap jenuh cairan itu sama dengan tekanan luar (tekanan yang diberikan pada permukaan cairan). Dari definisi ini kita ketahui bahwa titik didih cairan bergantung pada tekanan udara pada permukaan cairan. Itulah sebabnya, titik didih air di gunung berbeda dengan di pantai. Pada saat tekanan uap sama dengan tekanan udara luar maka gelembung-gelembung uap dalam cairan bergerak ke permukaan dan masuk fase gas (Raharjo, 2010).
Titik didih ditentukan oleh massa molekul dan kepolaran molekul. Di antara molekul dengan jenis gugus fungsional polar yang sama, semakin besar massa molekulnya, semakin tinggi titik didihnya (Agus, 2011).
Ikatan hidrogen merupakan gaya tarik menarik antara atom H dengan atom lain yang mempunyai keelektronegatifan besar pada satu molekul dari senyawa yang sama. Tarikan antar molekul yang luar biasa kuatnya, dapat terjadi antara molekul-molekul, jika satu molekul mempunyai sebuah atom hidrogen yang terikat pada sebuah atom berelektronegativitas besar, dan molekul sebelahnya mempunyai sebuah atom berelektronegativitas tinggi yang mempunyai sepasang elektron menyendiri (Anonim, 2009).
HF, H2O dan NH3 mempunyai titik didih yang luar biasa tinggi dibanding dengan anggota lainnya. Fakta ini menunjukkan bahwa dalam senyawa tersebut terdapat ikatan hidrogen. Ikatan jenis ini terjadi karena gaya elektrostatik yang khusus antara dipol-dipol. Adanya ikatan hidrogen antarmolekul menyebabkan titik senyawa relatif lebih tinggi dibandingkan dengan senyawa lain yang memilki berat molekul sebanding. Titik didih senyawa golongan alkohol lebih tinggi daripada senyawa golongan alkana, demikian juga titik didih air lebih tinggidaripada aseton. Pengaruh ikatan hidrogen terhadap titik leleh tidak begitu besar karena pada wujud padat jarak antarmolekul cukup berdekatan dan yang paling berperan terhadap titik leleh adalah berat molekul zat dan bentuk simetris molekul. Senyawa yang mampu membentuk ikatan hidrogen dalam air akan mudah larut dalam air. Panjang atau pendeknya rantai karbon (gugus alkil-R) memiliki pengaruh terhadap kelarutan senyawa dalam air (Anonim, 2009).
Titik didih dapat digunakan untuk memperkirakan secara tak langsung berapa kuatnya Gaya tarik antara molekul cairan. Cairan yang gaya tarik antar molekulnya kuat, titik didihnya tinggi dan sebaliknya bila gaya tariknya lemah maka titik didihnya rendah (Fredi, 2009).


C.    Alat dan Bahan
1         1.  Alat
Alat yang digunakan dalam percoban ini adalah sebagai berikut:
1.      Gelas kimia 250 ml
2.      Hot plate
3.      Termometer
4.      Klem

             2.  Bahan
Bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah sebagai berikut:
1.      Etanol (C2H6O)
2.      Air (H2O)
3.      Garam
4.      Minyak goreng



D.    Prosedur Kerja
      - Minyak Dimasukkan kedalam gelas kimia 250 ml
      -  Ditempatkan diatas hot plate
   -  Direndam tabung reaksi berisi berisi etanol   kedalam minyak sampai permukaan etanol dan tabung   
      reaksi sejajar dengan minyak
     -     Dipasangkan termometer
     -     Dipanaskan
     -     Diamati
  -    Diulangi prosedur diatas dengan mengganti etanol dengan air dan air+garam

E.    Hasil Pengamatan
           - Tabel data Pengamatan

Cairan
Suhu (oC)

Etanol
Air
Air + Garam


68
100
>100


F.    Pembahasan
Titik didih cairan adalah suhu di mana Point fase cair dan uap berada dalam kesetimbangan dengan satu sama lain pada tekanan tertentu. Oleh karena itu, titik didih adalah suhu dimana tekanan uap cairan sama dengan tekanan diterapkan pada cairan. Titik didih pada tekanan 1 atmosfer disebut titik didih normal.
Titik didih suatu cairan dapat dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya suhu dan tekanan, berat molekul, viskositas, massa jenis, adanya ikatan hidrogen dan pengaruh zat terlarut. Faktor-faktor inilah yang membedakan titik didih tiap-tiap larutan.
Pada percobaan kali ini, praktikan melakukan penentuan titik didih larutan. Dimana larutan yang akan diteliti titik didihnya ada tiga macam larutan yaitu air (H2O), metanol (C2H6O), dan air bercampur garam. Untuk memanaskan larutan sampel tersebut digunakan hot plate sebagai pemanas dan minyak sebagai media perantara panas. Minyak digunakan sebagai media perantara karena dengan minyak, sampel didalam tabung reaksi mendapat panas yang merata dan titik didih minyak diketahui sangat tinggi sehingga ketika mendidihkan sampel minyak dapat lebih lama bertahan sebagai media perantara. Bila media perantara memiliki titik didih yang lebih rendah dari pada sampel, maka larutan media akan cepat mendidih dan menguap dari pada sampel. Apabila hal ini terjadi, maka dapat menghambat pengukuran titik didih dan hasil pengukuran tidak berjalan dengan baik. Dalam memanaskan sampel juga tidak asal-asalan, larutan sampel didalam tabung reaksi harus sejajar dengan permukaan minyak. Ini bertujuan agar sampel mendapatkan panas yang merata dari bawah sampai ke atas.
Larutan yang kita amati dapat diketahui titik didihnya dengan melihat angka pada termometer dengan memperhatikan suhu perhentian dari termometer. Bila sudah mencapai titik didihnya, suhu larutan tidak akan bertambah meskipun panasnya ditambahkan lebih besar. Kalaupun panas ditambah, bukan suhu yang akan naik melainkan larutannya perlahan-lahan akan menguap dan habis berkurang.
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan diketahui titik didih etanol adalah 68 oC, titik didih air adalah 100 oC, dan titik didih larutan garam lebih besar dari 100 oC. Titik didih larutan garam tidak diketahui secara pasti derajatnya karena pada saat praktikum termometer yang digunakan adalah termometer yang batasnya hanya sampai 100 oC.
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, titik didih air lebih besar daripada titik didih metanol. Padahal telah diketahui massa molekul air (H2O) sebesar 18,015 gram/mol lebih kecil daripada massa molekul etanol (C2H5OH) yang berjumlah 46,049 gram/mol. Hal ini tidak sesuai dengan teori yang menyatakan semakin besar massa molekulnya, semakin tinggi titik didihnya. Teori berat molekul tidak dapat digunakan untuk membandingkan titik didih kedua larutan ini melainkan dapat dibedakan berdasarkan ikatan hidrogennya. Berdasarkan ikatan hidrogennya air dapat membentuk lebih banyak ikatan hidrogen dibandingkan dengan etanol. Molekul air dapat membentuk tiga ikatan hidrogen dengan molekul air yang lain, di mana pada satu molekul air, terdapat dua atom H yang dapat mengikat dua atom O dari molekul air yang lain dan terdapat satu atom O yang dapat mengikat satu atom H dari molekul air yang lain. Hal tersebut berbeda dengan etanol yang hanya dapat membentuk satu ikatan hidrogen antar molekul etanol, sehingga ikatan hidrogennya lemah atau dengan kata lain tidak sekuat ikatan hidrogen pada air. Itulah yang menyebabkan titik didih air lebih tinggi daripada etanol. Semakin kuatnya ikatan hidrogen yang terbentuk menyebabkan terjadinya kenaikan titik didih. Ini disebabkan karena ikatan hidrogen yang sangat kuat membutuhkan energi yang kuat pula untuk bisa memutuskan ikatan hidrogen, sehingga untuk bisa membuat air mendidih dibutuhkan suhu yang lebih besar dibandingkan suhu untuk mendidihkan etanol.
Sedangkan perbandingan titik didih air dengan titik didih larutan garam adalah titik didih larutan garam lebih besar dibanding titik didih air. Ini dikarenakan garam merupakan zat terlarut yang sukar menguap. Adanya zat terlarut yang tidak mudah menguap di dalam suatu pelarut akan menurunkan tekanan uap pelarutnya, akibatnya tekanan uap larutan akan lebih kecil dibandingkan dengan tekanan uap pelarut murninya. Dengan demikian semakin banyak energi yang diperlukan untuk mencapai tekanan uap sebesar 1 atm, sehingga larutan akan memiliki titik didih yang lebih tinggi. Sehingga dpat dituliskan: Pelarut + zat terlarut non-volatil → larutan → tekanan uapnya rendah → titik didih menjadi lebih tinggi dibandingkan pelarut murni. Berdasarkan perbandingan titik didih air dengan larutan garam dapat diketahui bahwa kenaikan titik didih larutan juga akan semakin besar apabila konsentrasi (molal) dari zat terlarut semakin besar. 


G.     Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa titik didih etanol adalah 68 oC, titik didih air adalah 100 oC, dan titik didih air bercampur garam lebih besar dari 100 oC.




DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2009, Ikatan Hidrogen, http://kimiadahsyat.blogspot.com/2009/06/ikatan-hidrogen.html, 1/11/2011.

Fredi, 2009, Titik Leleh dan Titik Didih, http://fredi-36-a1.blogspot.com/2009/11/titik-leleh-dan-titik-didih.html, 2/11/2011.

Kurniawan, 2011, Titik Didih Suatu Larutan, http://fakta7.blogspot.com/2011/08/titik-didih-suatu-larutan.html, 30/10/2011.

Raharjo, 2010, Titik Didih, http://sjraharjo.wordpress.com/kimia-fisika-2/, 30/10/2011.